Jumat, 07 Maret 2014

MAKALAH EKOPESLA "BINTANG LAUT"


BINTANG LAUT



DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RIFA’I
E1A 010 033
PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014

DAFTAR ISI



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang ............................................... ........ 1
  2. Masalah ................................................................................................ ........ 2
  3. Tujuan .................................................................................................. ........ 2
  4. Manfaat ............................................................................................... ........ 3
BAB II : METODE PENULISAN.................................................................. ........ 4         
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ........ 5
  1. Kajian Teoritis ..................................................................................... ........ 5
  2. Kajian Empiris ..................................................................................... ........ 8
BAB IV : PEMBAHASAN ............................................................................ ........ 12
BAB V : PENUTUP ....................................................................................... ........ 21
  1. Kesimpulan .......................................................................................... ........ 21
  2. Saran .................................................................................................... ........ 21
DAFTAR PUSTAKA


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “BINTANG LAUT” yang disusun sebagai tugas akhir mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram yang telah memprogramkan mata kuliah pilihan Ekologi Pesisir dan Laut dapat terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini yaotu kepada dosen-dosen yang telah banyak memberikan bimbingan dalam mata kuliah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan kandungan makalah ini karena penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar kepada para pembaca.


Mataram, 10 Januari 2014


Penulis


 



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang  
            Bintang laut adalah satu jenis makhluk hidup yang hidup di perairan. Bintang laut tergolohg dalam salah satu jenis binatang yang tidak memiliki tulang belakang (Invertebrata). Secara umum bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata dan termasuk dalam kelas Asteroida. Struktur tubuh bintang laut tersusun berdasarkan jenis dan spesiesnya yang beragam.
            Bintang laut merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam filum Echinodermata, dan kelas Asteroidea. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino=landak, derma=kulit) adalah kelompok hewan triopoblastik selomata yang memilki ciri khas adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Walaupun dalam bahasa Inggris ia dikenal dengan sebutan starfish, hewan ini sangat jauh hubungannya dengan ikan. Sesuai dengan namanya itu, jenis hewan ini berbentuk bintang dengan 5 lengan. Bintang laut termasuk  hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan. Mereka bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air. Bintang laut sebenarnya adalah makhluk hidup yang bebas, namun dikarenakan ketiadaannya organ gerak yang memadai, bintang laut hanya bergerak mengikuti arus air laut(Syamsul, 2013).
            Bintang laut memiliki beberapa ciri diantaranya yaitu bintang laut merupakan hewan yang diketahui memiliki lengan, bintang laut secara umum berbentuk simetri radial yang terdiri dari lima buah lengan. Bahkan pada jenis tertentu, diketahui jumlah lengannya lebih dari lima lengan. Tubuh bintang laut yang memiliki lima lengan inilah yang menyebabkan hewan ini disebut bintang laut. Diameter tubuhnya bisa mencapai 30 cm, dengan permukaan tubuhya yang berbentuk aboral. Bintang laut juga diketahui memiliki nama Mahkota Duri karena ditubuhnya ditutupi oleh banyak duri. Warna yang melekat pada tubuh bintang laut umumnya berwarna oranye atau kemerahan pada bagian ujung duri. Selain itu terdapat warna kebiru-biruan atau abu-abu pada bagian tubuh lainnya yakni disekitar permukaan lengan. Bentuk tubuh dengan warna seperti inilah yang menyebabbkan hewab ibi mampu berbaur dengan kondisi lingkungan tempat mereka hidup.    
            Dalam melakukan kegiatan hidupnya sehari-hari, bintang laut tidak dibantu oleh susunan rangka tubuh yang memudahkannya untuk melakukan suatu pergerakan. Sehingga, kemudian diketahui bahwa bintang laut termasuk jenis hewan yang memiliki pergerakan yang sangat lambat. Rangka yang dimiliki oleh bintang laut hanya difungsikan sebagai pelindung tubuhnya. Dalam mengupayakan tubuhnya untuk bergerak dari satu posisi ke posisi lain, bintang laut memanfaatkan sistem vaskular air sehingga memungkinkan tubuhnya untuk bergerak (Anonim, 2013)
            Bintang laut tidak termasuk ke dalam kelompok ikan, karena bintang laut tidak mempunyai sisik, sirip dan tidak bergerak seperti ikan. Bintang laut termasuk kedalam kelompok hewan Echinodermata, bintang laut mempunyai lima lengan atau bisa lebih, bintang laut berjalan menggunakan ratusan kaki kecilnya yang berbentuk seperti tabung. Sebagian bintang laut memiliki lima lengan, tetapi ada juga yang memiliki lebih dari itu, ada yang mempunyai enam lengan, sepuluh lengan, dua puluh bahkan sampai empat puluh lengan seperti Sun Star. Dalam keadaan terdesak, bintang laut dapat memutuskan salah satu lengannya sebagai bentuk perlindungan diri terhadap musuh. Namun, bintang laut membutuhkan waktu yang lama untuk menumbuhkan lengannya kembali, setidaknya satu tahun untuk pertumbuhan satu lengan. Makanan bintang laut adalah hewan-hewan laut yang cukup besar dan keras seperti seperti kerang.
           
B.     Masalah
Adapun permasalahan yang dapat diambil dari uraian sebelumnya adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah morfologi bintang laut?
2.      Seperti apakah pertumbuhan dan reproduksi bintang laut?
3.      Bagaimanakah siklus hidup bintang laut?
4.      Dimanakah habitat bintang laut?
5.      Bagaimanakah bintang laut berinteraksi dengan biota lain?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1.      Mengetahui morfologi pada bintang laut.
2.      Mengetahui pertumbuhan dan reproduksi bintang laut.
3.      Mengetahui bagaimana siklus hidup bintang laut.
4.      Mengetahui habitat bintang laut.
5.      Mengetahui manfaat bintang laut
D.    Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1.      Sebagai bahan referensi bagi pengguna makalah ini untuk mengetahui kehidupan hewab bintang laut.
2.      Sebagai bahan acuan bagi para pengguna makalah ini untuk mengetahi bagaimana kehidupan hewan bintang laut sebenarnya.






BAB II
METODE PENULISAN

Metode penulisan dari penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode kajian pustaka dan dianalisa menggunakan cara deskriptif.
Metode kajian pustaka dalam penyusunan makalah ini adalah suatu metode dengan memanfaatkan berbagai literatur untuk dikaji hal-hal yang menjadi tujuan utama penyusunan makalah ini. Kajian pustaka yang dipergunakan adalah kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian teoritis merupakan kajian yang dilakukan berdasarkan literatur-literatur yang berasal dari buku-buku yang telah mendapatkan hak cipta. Kajian empiris merupakan kajian yang dilakukan berdasarkan literatur-literatur atau sumber pustaka yang berupa hasil penelitian, jurnal, dan hasil tulisan lainnya.
Hasil kajian pustaka kemudian ditabulasikan dalam bentuk rincian secara deskriptif, yaitu uraian-uraian atau penjelasan-penjelasan berdasarkan literatur yang telah dikaji secara konseptual.


















BAB III
KAJIAN PUSTAKA

A.    Kajian Teoritis
Bintang laut umumnya memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya seperti remis dan tiram (Rohmat, 2011).
Asteroidea memiliki sekitar 1,500 spesies bintang laut, yang kebanyakan memiliki tubuh yang pipih secara dorsoventral. Bintang laut memiliki cakram pusat dengan 5 aytau kelipatan 5 lengan yang kekar tertancap padanya. Bintang laut hidup di sepanjang pantai berkarang memakan kerang, tiram dan bivalvia lainnya. Bintang laut memasukan apaun ke dalam perutnya. Bintang laut mengeluarkan enzim perut untuk mencerna mangsanya yang dipecah kecil-kecil untuk dimasukkan ke dalam perut berpilorus. Sebuah usus pendek keluar menuju sebuh anus di sisi aboral. Setiap lengan memiliki coelom yang telah berkembang dengan baik dan berisi sepasang kelenjar pencernaan dan kelenjar kelamin jantan atau betina.
Tubuh bintang laut memiliki satu sisi oral (mulut) dan aboral (atas). Duri-duri muncul dari lempeng endoskeletal melalui kulit yang tipis. Pediselaria mirip penjepit menjaga permukaan dari partikel kotoran. Pertukaran udara dilakukan oleh isang kulit. Pada permukaan oral setiap lengan memiliki sebuah jalur rongga dengan kaki tabung (Rohmat, 2011).
            Secara umum filum Echinodermata, menglami seks secara terpisah dengan beberapa perkecualian. Gonad yang relative besar terletak di sebelah luar dengan pembuluh sederhana, jumlah ovum banyak sekali dan pembuahan terjadi dalam air, larva mikroskopis, bersilia dan transparan serta biasanya hidup bebas dengan berenag-renang dalam air, bermetamorfosis yang kompleks. Beberapa spesies vivipar, beberapa berkembang biak dengan aseksual yaitu dengan pembelahan sel, memiliki daya regenerasi yang besar sekali bila terdapat bagian yang rusak atau terlepas.
            Contohnya pada bintang laut, seks bintang laut terpisah yakni ada yang jantan atau betina. Alat reproduksi strukturnya bercabang-cabang pada masing-masing lengan terdapat dua cabang yang berada di bagian dasar pertemuan lengan. Pada hewan betina alat seksnya dapat melepaskan 2,5 juta telur dalam tiap 2 jam, sehingga tiap musim bertelur dapat melepaskan telur sebanyak kurang lebih 200 juta. Hewan jantan pun dapat menghasilkan sperma lebih banyak dari jumlah sel telur telur betina. Fertilisasi atau pembuahan terjadi dalam air, kemudian akan tumbuh menjadi larva bipinria (Sari, 2012).

B.     Kajian Empiris
(Dwi Vangistuti) melakukan penelitian tentang bintang laut yang dilakukan di Diperairan Teluk dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, didapatkan hasil yaitu ditemukan dua jenis bintang laut yaitu Culcita novaeguineae dan Protoreaster nodulosus. Ke dua jenis bintang laut ini ditemukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima atau lebih lengan Bintang laut tidak memiliki rangka yang mampu membantu pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Hasil pengamatan morfologi terhadap bintang laut Culcita novaeguineae diperoleh anus, madreporite, tube feet, mouth, dan Ambulacral groove. Anus dan madreporite terletak pada bagian permukaan dari bintang laut Culcita novaeguineae. Anus memiliki kegunaan sebagai tempat saluran pembuangan kotoran. Sedangkan madreporite berguna sebagai alat pemompa air pada sistem vaskular air. Menurut Bruscal (1990), bahwa didekat anus terdapat pintu saring kesistim pembuluh air yang dinamakan madreporite.
Hasil pengamatan morfologi, diketahui bahwa bintang laut Culcita novaeguineae memiliki bentuk pentagonal dengan lengan pendek dan warna sangat variasi yaitu cokelat, merah, kuning, hitam  erbentuk kotak-kotak setiap individu.Selain itu, pada pengamatan ini juga dilakukan pengukuran panjang lengan dan menimbang berat tubuh dari bintang laut Culcita novaeguineae.Hasil pengamatan ini diketahui bahwa semakin panjang lengan semakin berat tubuhnya.
(Puspitasari dkk.) Sebagian besar bintang laut yang dikumpulkan seperti L. laevigata, L. multifora, N. frianti, N. pauciforis dan C. novaeguineae ditemukan hidup di daerah terumbu karang. Menurut Sloan (1980), genus Linckia dan Nardoa hidup dari mukus yang dihasilkan oleh hewan karang sedangkan C. novaeguineae memakan polip karang dan spons. A. typicus dan A. angulatus ditemukan di daerah berpasir. P. nodosus dan E. luzonicus ditemukan di daerah padang lamun. Menurut Sloan (1980), P. nodosus hidup dari alga yang menempel pada daun lamun yang telah membusuk sedangkan Echinaster termasuk scavenger serta pemakan plankton dan seston. Berdasarkan hasil penelitian yang diperkuat oleh Birkeland (1989) dan Sloan (1980), bintang laut memiliki kesukaan habitat (prefered habitat) yang dipengaruhi oleh cara makan dan macam makanannya.
Secara ekologis, bintang laut berperan dalam ekosistem terumbu karang, umumnya sebagai pemakan detritus dan predator (Birkeland, 1989). C. novaeguineae merupakan pemangsa karang. Menurut Sloan (1980), C. novaeguineae tidak dianggap sebagai ancaman utama terhadap terumbu karang seperti Acanthaster planci. Sebagian besar bintang laut Karimunjawa termasuk pemakan detritus yaitu L. laevigata, L. multifora, A. angulatus, A. typicus, N. frianti, N. pauciforis, P. nodosus dan E. luzonicus. Hewan pemakan detritus berperan dalam mendaur ulang detritus serta mengembalikannya kedalam rantai makanan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat spesies yang belum pernah terdata ada di perairan kepulauan Karimunjawa yaitu L. multifora, A. angulatus, N. frianti dan N. pauciforis. Hal ini diperkuat oleh Aziz dan Darsono (1999) dan BTNKj (2008) yang tidak menyebutkan adanya keempat spesies tersebut. Informasi mengenai bintang laut yang belum pernah terdata sebelumnya, menandakan bahwa masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman bintang laut di kepulauan Karimunjawa.  
(Prapto Darsono) Pengenalan jenis kelamin dilakukan dengan mengamati gonad tiap individu bintang laut. Irisan pembedahan dilakukan pada sisi aboral salah satu jari secara longitudinal, akan nampak organ reproduksi (gonad). Kemudian dilakukan penyedotan elemen reproduktifnya dengan menggunakan pipet untuk diamati dibawah mikroskop. Bahkan tanpa mikroskop, dengan mata telanjang, "germ cells" bisa dibedakan konsistensi kenampakannya yaitu jantan nampak seperti cairan susu (milky) dan betina terlihat granular (CLEMENTE & ANICETE 1949). Kenampakan granular tersebut ada1ah bulatan telur-telur yang agak mikroskpis.
Dengan sifatnya yang berpasangan (pairing) pada "musim kawin", mempermudah pengumpulan atau pengenalan tiap jenis kelamin, jantan pada posisi diatas (on top) betina (BOSCHMA 1924, OHSHIMA & IKEDA 1934a; KOMATSU 1983; RUN et al. 1988). Adapun spesimen yang tidak dalam keadaan berpasangan diambil secara acak (ran-dom). Dalam populasinya di alam. CLEMENTE & ANICETE 1949 me-nyimpulkan bahwa rasio kelamin jantan betina adalah seimbang. Rasio kelamin tidak berbeda nyata dengan rasio teoritis 1:1.  
Secara visual tidak jelas adanya perbedaan karakter morfologi antara individu jantan dan betina. Namun begitu dari spesimen pasangan yang dikumpulkan terlihat kecenderungan bahwa jantan nampak lebih kecil dari betina pasangannya (OHSHIMA & IKEDA 1934b; CLEMENTE & ANICETE 1949). Kenampakan ini secara statistik diuji kebenarannya dengan mengembangkan empat karakter morfometrik sebagai variabel. Keempat karakter tersebut adalah: "diameter" yang diukur dari ujung lengan ke titik tengah antara dua ujung lengan yang berlawanan, "tinggi lempeng tubuh (disc)". "panjang lengan", dan "lebar pangkal lengan". Pengukuran dilakukan dengan "vernier cali-per" dalam milimeter. Secara diagramatik pengukuran keempat parameter tersebut disajikan dalam gambar 1. Data ukuran diperoleh dalam kelompok jantan dan betina yang dikumpulkan dari pasangan-pasangan bintang laut. Rata-rata (mean) ukuran. simpangan baku (standart deviation), dan koefisien variabilitas, tiap karakter dari kedua kelamin dianalisa dan dibandingkan.
Pengamatan yang dilakukan oleh CLEMENTE & ANICETE (1949) menunjukkan bahwa data yang diperoleh dari semua karakter yang diukur pada betina lebih besar dari yang jantan. Tabel 1 memperlibatkan perbedaan tersebut, dari sampel sebanyak 137 jantan dan 113 betina. Perbedaan ini sepintas memang memberikan indikasi kecenderungan bahwa betina lebih besar dari jantan. Perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, nilai perbedaan terlalu kecil' sehingga tidak praktis penerapannya. Berbeda dengan hal ini. OHSHIMA & IKEDA (1934b) berpendapat bahwa validitas perbedaan ukuran antara kedua jenis kelamin bintang laut tersebut cukup jelas.
Dalam pada itu mungkin perlu dicatat bahwa variasi jumlah lengan pada bintang laut pernah dijumpai. Jumlah lengan yang normal adalah lima, namun individu dengan jumlah lengan empat, enam, bahkan tujuh pernah ada. namun dengan relatif frekuensi sangat kecil.
Musim kawin (breeding season) ditandai dengan ditemukannya banyaknya pasangan bintang laut pada suatu tempat hidupnya. Secara umum nampaknya musim kawin ini terjadi pada "musim semi menjelang musim panas", sehingga kapan bulannya mungkin berbeda pada satu daerah dengan daerah lainnya, tergantung lokasi berada dibelahan bumi mana. Di Filipina, musim reproduksi terjadi sejak akhir Maret berlanjut sampai akhir Mei (CLEMENTE & ANICETE 1949). Sedang DARSONO et al. (1978) mencatat adanya "pairing" bintang laut di Pulau Pari Kepulauan Seribu, pada bulan-bulan Agustus, September, Oktober, dan Nopember. OHSHIMA & IKEDA (l934a) mengamati adanya pairing pada bulan luli di Jepang. Sebelumnya BOSCHMA (1923) telah melaporkan adanya pairing pada bulan Februari dan Mei di Jawa. Pengamatan RUN et al. (1988) di Taiwan (23 32' N. 119 33'E) mencatat aktifitas pairing mulai awal Mei, mencapai puncak antara Mei sampai Juni, menurun dalam bulan Juli dan berakhir pada Agustus. Pada musim kawin tersebut gonad kedua jenis kelamin dalam keadaan matang (mature/ ripe).
Pada musim kawin, banyak bintang laut A. typicus ditemukan dalam posisi berpasangan, jantan diatas betina (maleon top female). Perilaku berpasangan (pairing) pada bintang laut tersebut dilaporkan oleh BOSCHMA (1924), MORTENSEN (1931) dan OHSHIMA & IKEDA (1934a). Laporan terbaru tentang perilaku "pairing" jenis bintang laut tersebut ditulis oleh RUN et al. (1988) dalam observasinya di Taiwan. Meskipun hewan ini sangat sering ditemui di perairan dangkal Uopika Indo-Pasifik, tapi nampaknya tidak ierlalu mendk perhatian para biologis maupun naturalis.
Fenomena berpasangan bintang laut tersebut oleh BOSCHMA (1924), disebut sebagai sikap kopulasi, yaitu suatu aksi yang bisa menimbulkan rangsangan terjadinya pemijahan pada betina. Pada hewan ini, seperti pada Echinodermata umumnya, tidak melakukan kopulasi yang sebenarnya. Di duga bahwa cairan reproduktif yang keluar bersama telur kedalam kolom air akan merangsang jantan pasangannya untuk memijah. Dalam ha1 ini maka kedekatan jarak antar mereka (jantan dan betina) meningkatkan probabilitas terjadinya Sertilisasi.
Pada musim tidak kawin, biasanya bintang laut tidak terlalu banyak pergerakan. bahkan diperoleh kesan seperti diam tidak berpindah. Sebulan atau dua bulan menjelang musim kawin mereka memperlihatkan gerakan lebih aktif. Nampaknya peningkatan aktititas gerak ini berkaitan untuk menemukan pasangan terdekat. Jantan memperlihatkan kecenderungan lebih aktif dalam pergerakan ini (RUN et al. 1988).
Menurut pengamatan RUN et al. (1988), jantan bintang laut bisa mengenali lawan jenisnya. Pengenalan ini melalui kontak lengan-lengan kedua jenis kelamin bintang laut tersebut. Ilustrasi kecenderungan gerak bintang laut dalam menemukan pasangannya ditunjukkan dalam gambar 2. Ketika lengan seekor jantan menyentuh (kontak) dengan lengan seekor betina, maka jantan segera aktif bergerak untuk "merengkuh betina. Mereka kemudian berposisi "tumpang tindih", lantan diatas betina dengan kedudukan lengan-lengan berselang-seling (alternating).
Pemijahan pasangan ini tidak terjadi berbarengan, betina akan memijah lebih dulu. Pada saat memijah (mengeluarkan telur), betina secara bertahap melengkungkan lengan-lengannya, pada saat yang sama jantan akan sedikit bergeser sehingga lengan lengan pasangan ini akan saling bertumpuk. Gerakan melengkungkan lengan-lengan pada betina mencapai maksimum seperti posisi mengangkat yang jantan. Gerakan tersebut memakan waktu ±20 menit, dan pada posisi tersebut jantan memijah. Setelah memijah, jantan kembali memutar ke posisi semula, bersamaan yang betina meratakan lengan-lengannya. Pada akhirnya posisi berpasangan kembali pada posisi awal dengan lengan-lengan saling berselang.
Bersamaan dengan pengamatan perilaku kawin bintang laut tersebut, ternyata bahwa pemijahan pada jantan terjadi oleh stimuli yang berasal dari substansi pijah betina. Diduga ada sejenis zat kimia tertentu dikeluarkan bersamaan substansi pijah tersebut.
(Anonim) London, Penyakit asma selama ini diketahui belum ada obat yang bisa menyembuhkannya, begitu pula dengan radang sendi atau arthritis. Tapi studi terbaru dari ilmuwan kelautan menunjukkan bahwa bintang laut bisa menjadi obat untuk penderita asma dan radang sendi. Sebuah tim peneliti dari Scottish Association for Marine Science telah mempelajari substansi atau bahan berlendir yang melapisi tubuh bintang laut berduri. Peneliti menemukan bahwa bahan licin pada bintang laut lebih baik dari Teflon untuk menghentikan puing-puing menempel pada tubuh bintang laut, sehingga bisa menjaga kebersihannya. Dan peneliti percaya bahwa bahan tidak lengket ini dapat dijadikan senjata baru yang penting untuk mengobati penyakit inflamasi atau peradangan seperti asma dan radang sendi. Penyakit peradangan seperti asma dan radang sendi merupakan kondisi yang terjadi ketika respon alami tubuh terhadap infeksi dipercepat diluar kendali. Hal ini membuat sel darah putih (leukosit) yang bertugas memerangi infeksi mulai menumpuk di pembuluh darah dan menempel pada sisi-sisinya, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. “Lendir bintang laut dapat digunakan untuk melapisi pembuluh darah yang akan membiarkan sel darah putih mengalir dengan mudah,” jelas Dr Charlie Bavington, peneliti utama, seperti dilansir Dailymail, Minggu (12/12/2010). Dr Bavinton mengatakan sel-sel darah putih harus tetap mengalir pada pembuluh darah. Jadi tim peneliti mulai mempelajari bagaimana lendir bintang laut dapat mengatasi hal ini dan mencegah terjadinya peradangan pada tubuh manusia. “Ini dapat mengurangi jumlah obat yang harus diminum pasien asma dan radang sendi, yang sering memiliki efek samping yang tidak diinginkan,” lanjut Dr Bavington. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Profesor Clive Page dari King’s College Library. Menurutnya bintang laut sangat efektif dan telah banyak membantu pengobatan manusia.











BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Morfologi dan ciri-ciri bintang laut
Bintang laut merupakan salah satu hewan laut yang tergolong dalah hewan Invertebrata. Bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata dan tergolong dalam klas Asteroida. Filum Echinodermata merupakan filum bagi kelompok hewan yang tergolong dalam hewan tripoblastik yang memiliki ciri khusus adanya rangka dalam (Endoskeleton). Sesuai dengan namanya, bintang laut mempunyai bentuk tubuh menyerupai bintang dengan lima lengan. Pada beberapa spesies, bitnag laut tidak hanya mempunyai lima lengan saja, namun ada yang mempunyai sepuluh, duapuluh bahakan sampai empat puluh lenagn. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya seperti remis dan tiram (Rohmat, 2011).
Bintang laut termasuk dalam hewan simetri radial. Diameter tubuh bintang laut bisa mencapai 30 cm dengan tubuhnya yang berbentuk aboral. Pada permukaan tubuh buntang aut juga terdapat duri-duri, duri-duri ini dapat menyebabkan rasa sakit pada manusia apabila terinjak. Bahkan pada beberapa kasus, diketahui bahwa hal ini bisa menyebabkan muntah-muntah. Tubuh bintang laut memiliki satu sisi oral (mulut) dan aboral (atas). Duri-duri muncul dari lempeng endoskeletal melalui kulit yang tipis. Pediselaria mirip penjepit menjaga permukaan dari partikel kotoran. Pertukaran udara dilakukan oleh isang kulit. Pada permukaan oral setiap lengan memiliki sebuah jalur rongga dengan kaki tabung (Rohmat, 2011). Hewan ini mempunya banyak variasi warna diantaranya warna oranye yang terdapat pada lengan tiap hewan ini, kemudian terdapat wara biru atau abu-abu yang terletak di pangkal lengan hewan ini. Hal inilah yang menyebabkan hewan ini mudah berbaur denagn lingkungannya.
Pada sebagian bintang laut, ditemukan organ-organ sperti anus, madreporite, tube feet, mouth, dan Ambulacral groove. Anus dan madreporite terletak pada bagian permukaan dari bintang laut Culcita novaeguineae. Anus memiliki kegunaan sebagai tempat saluran pembuangan kotoran. Sedangkan madreporite berguna sebagai alat pemompa air pada sistem vaskular air. Menurut Bruscal (1990), bahwa didekat anus terdapat pintu saring kesistim pembuluh air yang dinamakan madreporite. Salah satu contoh bintang laut yang ditemukan di kepulauan Riau adalah bintang laut jenis Culcita novaeguineae. Calcita novaeguinea ini memiliki bentuk pentagonal dengan lengan pendek dan warna sangat variasi yaitu cokelat, merah, kuning, hitam dan berbentuk kotak-kotak setiap individu. Berbeda dengan bintang laut secara umum yang mempunyai warna antara kuning dan biru, Calcita novaeguinea ini mempunyai warna yang lebih pariativ, hal ini bisa saja disebabkan kareno kondisi lingkungan tempat mereka hidup. Selain warna dan bentuk, dibahas juga mengenai berat dan panjang dari bintang laut. Terlepas dari spesies Calcita novaeguinea, secara umum berat bintang laut berbanding lurus dengan panjang lengan bintang laut itu sendiri. Semakin panjang lengan bintang laut maka semakin berat pula bintang laut tersebut, dan sebaliknya.

B.     Reproduksi bintang laut
Bintang laut bereproduksi dengan dua cara yaitu reproduksi secara seksual dan secara aseksual. Pada umumnya filum Echinodermata, melakukan perkawinan secara terpisah dengan beberapa perkecualian. Gonad yang relative besar terletak di sebelah luar dengan pembuluh sederhana, jumlah ovum banyak sekali dan pembuahan terjadi dalam air, larva mikroskopis, bersilia dan transparan serta biasanya hidup bebas dengan berenag-renang dalam air, bermetamorfosis yang kompleks. Beberapa spesies vivipar, beberapa berkembang biak dengan aseksual yaitu dengan pembelahan sel, memiliki daya regenerasi yang besar sekali bila terdapat bagian yang rusak atau terlepas.
Bintang laut umumnya berkembang biak dengan bebas pemijahan: melepaskan gamet mereka ke dalam air di mana mereka diharapkan dibuahi oleh gamet dari lawan jenis. Untuk meningkatkan kesempatan mereka untuk pembuahan, bintang laut mungkin berkumpul dalam kelompok ketika mereka siap untuk bertelur, bintang laut menggunakan sinyal lingkungan untuk mengkoordinasikan waktu, dan dapat menggunakan sinyal kimia untuk menunjukkan kesiapan mereka satu sama lain.
Telur yang dibuahi tumbuh menjadi bipinnaria dan kemudian menjadi larva brachiolaria, yang bisa tumbuh dengan menangkap dan memakan plankton lainnya. Bisa dikatakan pada saat itu mereka hidup sebagai plankton, melayang di air dan berenang dengan menggunakan silia untuk melangkah. Larva berbentuk bilateral simetris, tidak seperti bintang laut yang dewasa, mereka memiliki perbedaan antara sisi yang kiri dan kanan. Akhirnya, mereka menjalani metamorfosis lengkap, menetap ke bawah, dan tumbuh menjadi dewasa.
Beberapa induk bintang laut muda jantan menelurkan gamet yang membuahi sel telur yang dimiliki oleh perempuan. Betina dapat memegang telur pada permukaan mereka, di dalam perut pilorus (seperti dalam Leptasterias tenera), atau bahkan membiarkannya jatuh ke tanah (seperti dalam Asterina gibbosa). Bintang laut jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari luar. Untuk membedakannya harus dengan melihat gonad bintang laut itu sendiri. Gonad terletak di lengan masing-masing bintang laut, dan pelepasan gamet melalui gonoducts terletak di badan pusat antara lengan.
            Alat reproduksi strukturnya bercabang-cabang pada masing-masing lengan terdapat dua cabang yang berada di bagian dasar pertemuan lengan. Pada hewan betina alat seksnya dapat melepaskan 2,5 juta telur dalam tiap 2 jam, sehingga tiap musim bertelur dapat melepaskan telur sebanyak kurang lebih 200 juta. Hewan jantan pun dapat menghasilkan sperma lebih banyak dari jumlah sel telur telur betina. Fertilisasi atau pembuahan terjadi dalam air, kemudian akan tumbuh menjadi larva bipinria (Sari, 2012).

C.    Cara Hidup dan Habitat
Untuk melangsungkan kehidupannya, bintang laut tidak dibantu oleh susunan rangka tubuhnya. Susunan rangka tubuhnya menyebabkan mereka melakukan pergerakan dengan sangat lamban. Hal itu disebabkan karena kerangka tubuh yang terdiri dari kaki-kaki tabung yang bersifat lunak. slain kakinya, hewan ni juga memiliki rangka tubuh yang lunak secara keseluruhan. Sehingga, diketahui bahwa bintang laut termasuk dalam jenis hewan yang mempunyai pergerakan sangat lamaban. Untuk itu, bintang laut memanfaatkan sistem vaskular air yang menyebabkan ia mampu berpindah dari satu posisi ke posisi lain. Rangka yang dimilikinya hanya berfungsi untuk perlindungan dirinya dari predator. Selain itu, untuk mempertahankan dirinya dalam keadaan terdesak bintang laut dapat memutuskan salah satu lengannya. Akan tetapi, bintang laut membutuhkan waktu yang cukup lama agar lengannya bisa kembali. Butuh waktu satu tahun untuk perkembangan satu lengan.
Habitat dari bintang laut di dasar air laut, di daerah pantai hingga laut dalam. Bintang laut A. planci merupakan penghuni terumbu karang yang alami. Anakan A. planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut. Bintang laut A. planci yang berukuran kecil (40 cm) mencari makan pada siang hari (CRC 2003). Pada siang hari, A. planci kecil bersembunyi dari pemangsa di bawah karang meja atau di celah-celah terumbu, sehingga survey populasi A. planci tidak menemukan individu berukuran kecil. Separuh dari waktu hidup A. planci digunakan untuk makan, sehingga dampaknya terhadap terumbu karang dapat sangat besar ketika populasinya besar.
Bintang laut hidup di sepanjang pantai berkarang, bintang laut memakan kerang, tiram dan bivalvia lainnya. Beberapa spesies bintang laut juga ditemukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun seperti Culcita novaeguineae dan Protoreaster nodulosus. Bintang laut memasukan apaun ke dalam perutnya kemudian bintang laut mengeluarkan enzim perut untuk mencerna mangsanya yang dipecah kecil-kecil untuk dimasukkan ke dalam perut berpilorus. Bintang laut mempunyai sebuah usus pendek keluar menuju sebuh anus di sisi aboral. Setiap lengan memiliki coelom yang telah berkembang dengan baik dan berisi sepasang kelenjar pencernaan dan kelenjar kelamin jantan atau betina.

D.    Peran dan Manfaat Bintang Laut
Secara ekologis, bintang laut berperan dalam ekosistem terumbu karang, umumnya sebagai pemakan detritus dan predator (Birkeland, 1989). Beberapa dari jenis bintang laut adalah pemakan karang namun hal itu tidak dianggap sebagai ancaman kerusakan terumbu karang. Hewan pemakan karang berperan untuk mendaur ulang kawan dan memasukkannya kedalam siklus rantai makanan.
Selain manfaatnya secara ekologis, bintang laut juga bisa dimanfaatkan dalam bidang medis. Bintang laut dapat dimanfaatkan sebagai obat asma dan radang sendi.

                                                         



BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan pada bab-bab terdahulu, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Bintang laut memiliki peran penting dalam ekosistem bawah laut. Kalau sampai populasi bintang laut menurun atau punah, maka rantai makanan akan kacau. Populasi kerang dan remis yang menjadi makanan bintang laut akan meledak, sedangkan populasi burung dan berang-berang yang memangsa bintang laut akan menurun. Karena itu, tidak dibenarkan untuk mengambil bintang laut dari habitatnya untuk dijadikan dekorasi. 




DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Penjelasan Singkat Mengenai Bentuk Tubuh Bintang Laut. http://www.bimbingan.org/tubuh-bintang-laut.htm. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:25 WITA.)
Anonim. 2010. Bintang Laut Sebagai Obat Asma. http://baitulherbal.com/macam-macam-penyakit-dan-cara-pengobatannya/jenis-penyakit-dan-pengobatannya. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:29 WITA.)
Prapto Darsono. 1998. Perilaku Perkawinan Bintang Laut Archaster Typicus (Echinodermata : Asteroidea). LIPI: Jakarta.
Puspitasari dkk.. 2012. Studi Taksonomi Bintang Laut (Asteroidea, Echinodermata) Dari Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Universitas Diponegoro: Semarang.
Rohmat, B.. 2011. Filum Echinodermata. http://rohmat-blogger.blogspot.com-/2011/10/buku-biologi-filum-echinodermata.html. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:30 WITA.)
Sari, L.. 2012. Sistem Reproduksi Hewan Invertebrata Dan Vertebrata. http://liasari88.blogspot.com/2012/12/ (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:30 WITA.)
Vangistuti, D. 2012. Studi Biologi Bintang Laut (Asteroidea) Diperairan Teluk dalam Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Maritime Raja Ali Haji University: Riau.

3 komentar:

  1. min mau tau dong,, perbedaan warna pada bintang laut tuh karena apa dipngeauhi apa n kadar racun di tentukan sama warna dax? maksih min

    BalasHapus
  2. Terimakasih. Sangat membantu. Jangan lupa kunjungi kami http://bit.ly/2MZshrf

    BalasHapus
  3. Saran gak ada dpenjelasan min.
    pdhal ddaftar isix ada.
    mhon lengkapi lagi min.
    sya btuh bnget saranx

    BalasHapus