BINTANG LAUT
DISUSUN OLEH:
MUHAMMAD RIFA’I
E1A 010 033
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
- Latar Belakang ............................................... ........ 1
- Masalah ................................................................................................ ........ 2
- Tujuan .................................................................................................. ........ 2
- Manfaat ............................................................................................... ........ 3
BAB II : METODE PENULISAN.................................................................. ........ 4
BAB III : TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ........ 5
- Kajian Teoritis ..................................................................................... ........ 5
- Kajian Empiris ..................................................................................... ........ 8
BAB IV : PEMBAHASAN ............................................................................ ........ 12
BAB V : PENUTUP ....................................................................................... ........ 21
- Kesimpulan .......................................................................................... ........ 21
- Saran .................................................................................................... ........ 21
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “BINTANG LAUT” yang disusun sebagai tugas
akhir mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Mataram yang
telah memprogramkan mata kuliah pilihan Ekologi Pesisir dan Laut dapat
terselesaikan dengan baik.
Ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak yang membantu
dalam penyusunan makalah ini yaotu kepada dosen-dosen yang telah banyak
memberikan bimbingan dalam mata kuliah ini. Penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan kandungan makalah ini karena penulis
menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar kepada para pembaca.
Mataram, 10 Januari 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bintang laut adalah satu jenis
makhluk hidup yang hidup di perairan. Bintang laut tergolohg dalam salah satu
jenis binatang yang tidak memiliki tulang belakang (Invertebrata). Secara umum
bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata dan termasuk dalam kelas
Asteroida. Struktur tubuh bintang laut tersusun berdasarkan jenis dan
spesiesnya yang beragam.
Bintang laut
merupakan hewan invertebrata yang termasuk dalam filum Echinodermata,
dan kelas Asteroidea. Echinodermata (dalam bahasa yunani, echino=landak, derma=kulit) adalah kelompok hewan
triopoblastik selomata yang memilki ciri khas adanya rangka dalam
(endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Walaupun dalam bahasa Inggris ia
dikenal dengan sebutan starfish, hewan ini sangat jauh hubungannya dengan ikan. Sesuai dengan
namanya itu, jenis hewan ini berbentuk bintang dengan 5 lengan. Bintang laut
termasuk hewan simetri radial dan
umumnya memiliki lima atau
lebih lengan. Mereka bergerak dengan menggunakan sistem vaskular air.
Bintang laut sebenarnya adalah makhluk hidup yang bebas, namun dikarenakan
ketiadaannya organ gerak yang memadai, bintang laut hanya bergerak mengikuti
arus air laut(Syamsul, 2013).
Bintang laut
memiliki beberapa ciri diantaranya yaitu bintang laut merupakan hewan yang
diketahui memiliki lengan, bintang laut secara umum berbentuk simetri radial
yang terdiri dari lima buah lengan. Bahkan pada jenis tertentu, diketahui
jumlah lengannya lebih dari lima lengan. Tubuh bintang laut yang memiliki lima
lengan inilah yang menyebabkan hewan ini disebut bintang laut. Diameter tubuhnya
bisa mencapai 30 cm, dengan permukaan tubuhya yang berbentuk aboral. Bintang
laut juga diketahui memiliki nama Mahkota Duri karena ditubuhnya ditutupi oleh
banyak duri. Warna yang melekat pada tubuh bintang laut umumnya berwarna oranye
atau kemerahan pada bagian ujung duri. Selain itu terdapat warna kebiru-biruan
atau abu-abu pada bagian tubuh lainnya yakni disekitar permukaan lengan. Bentuk
tubuh dengan warna seperti inilah yang menyebabbkan hewab ibi mampu berbaur
dengan kondisi lingkungan tempat mereka hidup.
Dalam melakukan kegiatan hidupnya
sehari-hari, bintang laut tidak dibantu oleh susunan rangka tubuh yang
memudahkannya untuk melakukan suatu pergerakan. Sehingga, kemudian diketahui
bahwa bintang laut termasuk jenis hewan yang memiliki pergerakan yang sangat
lambat. Rangka yang dimiliki oleh bintang laut hanya difungsikan sebagai
pelindung tubuhnya. Dalam mengupayakan tubuhnya untuk bergerak dari satu posisi
ke posisi lain, bintang laut memanfaatkan sistem vaskular air sehingga
memungkinkan tubuhnya untuk bergerak (Anonim, 2013)
Bintang laut tidak termasuk ke dalam
kelompok ikan, karena bintang laut tidak mempunyai sisik, sirip dan tidak
bergerak seperti ikan. Bintang laut termasuk kedalam kelompok hewan
Echinodermata, bintang laut mempunyai lima lengan atau bisa lebih, bintang laut
berjalan menggunakan ratusan kaki kecilnya yang berbentuk seperti tabung.
Sebagian bintang laut memiliki lima lengan, tetapi ada juga yang memiliki lebih
dari itu, ada yang mempunyai enam lengan, sepuluh lengan, dua puluh bahkan
sampai empat puluh lengan seperti Sun Star. Dalam keadaan terdesak, bintang
laut dapat memutuskan salah satu lengannya sebagai bentuk perlindungan diri
terhadap musuh. Namun, bintang laut membutuhkan waktu yang lama untuk
menumbuhkan lengannya kembali, setidaknya satu tahun untuk pertumbuhan satu
lengan. Makanan bintang laut adalah hewan-hewan laut yang cukup besar dan keras
seperti seperti kerang.
B. Masalah
Adapun permasalahan yang dapat diambil dari uraian sebelumnya adalah
sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah morfologi bintang
laut?
2.
Seperti apakah pertumbuhan dan
reproduksi bintang laut?
3.
Bagaimanakah siklus hidup
bintang laut?
4.
Dimanakah habitat bintang laut?
5.
Bagaimanakah bintang laut
berinteraksi dengan biota lain?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut :
1.
Mengetahui morfologi pada
bintang laut.
2.
Mengetahui pertumbuhan dan
reproduksi bintang laut.
3.
Mengetahui bagaimana siklus
hidup bintang laut.
4.
Mengetahui habitat bintang
laut.
5.
Mengetahui manfaat bintang laut
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai bahan referensi bagi pengguna makalah ini
untuk mengetahui kehidupan hewab bintang laut.
2. Sebagai bahan acuan bagi para pengguna makalah ini
untuk mengetahi bagaimana kehidupan hewan bintang laut sebenarnya.
BAB II
METODE PENULISAN
Metode
penulisan dari penyusunan makalah ini adalah dengan menggunakan metode kajian
pustaka dan dianalisa menggunakan cara deskriptif.
Metode kajian
pustaka dalam penyusunan makalah ini adalah suatu metode dengan memanfaatkan
berbagai literatur untuk dikaji hal-hal yang menjadi tujuan utama penyusunan
makalah ini. Kajian pustaka yang dipergunakan adalah kajian teoritis dan kajian
empiris. Kajian teoritis merupakan kajian yang dilakukan berdasarkan
literatur-literatur yang berasal dari buku-buku yang telah mendapatkan hak
cipta. Kajian empiris merupakan kajian yang dilakukan berdasarkan literatur-literatur
atau sumber pustaka yang berupa hasil penelitian, jurnal, dan hasil tulisan
lainnya.
Hasil kajian
pustaka kemudian ditabulasikan dalam bentuk rincian secara deskriptif, yaitu
uraian-uraian atau penjelasan-penjelasan berdasarkan literatur yang telah dikaji
secara konseptual.
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
Bintang laut umumnya memiliki lima lengan,
tetapi kadang-kadang lebih yang memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan
bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti
cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk
melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung
tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram
lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya seperti
remis dan tiram (Rohmat, 2011).
Asteroidea memiliki sekitar 1,500 spesies
bintang laut, yang kebanyakan memiliki tubuh yang pipih secara dorsoventral.
Bintang laut memiliki cakram pusat dengan 5 aytau kelipatan 5 lengan yang kekar
tertancap padanya. Bintang laut hidup di sepanjang pantai berkarang memakan
kerang, tiram dan bivalvia lainnya. Bintang laut memasukan apaun ke dalam
perutnya. Bintang laut mengeluarkan enzim perut untuk mencerna mangsanya yang
dipecah kecil-kecil untuk dimasukkan ke dalam perut berpilorus. Sebuah usus
pendek keluar menuju sebuh anus di sisi aboral. Setiap lengan memiliki coelom
yang telah berkembang dengan baik dan berisi sepasang kelenjar pencernaan dan
kelenjar kelamin jantan atau betina.
Tubuh bintang laut memiliki satu sisi oral (mulut) dan
aboral (atas). Duri-duri muncul dari lempeng endoskeletal melalui kulit yang
tipis. Pediselaria mirip penjepit menjaga permukaan dari partikel kotoran.
Pertukaran udara dilakukan oleh isang kulit. Pada permukaan oral setiap lengan
memiliki sebuah jalur rongga dengan kaki tabung (Rohmat, 2011).
Secara umum filum Echinodermata,
menglami seks secara terpisah dengan beberapa perkecualian. Gonad yang relative
besar terletak di sebelah luar dengan pembuluh sederhana, jumlah ovum banyak
sekali dan pembuahan terjadi dalam air, larva mikroskopis, bersilia dan
transparan serta biasanya hidup bebas dengan berenag-renang dalam air,
bermetamorfosis yang kompleks. Beberapa spesies vivipar, beberapa berkembang
biak dengan aseksual yaitu dengan pembelahan sel, memiliki daya regenerasi yang
besar sekali bila terdapat bagian yang rusak atau terlepas.
Contohnya pada bintang laut, seks
bintang laut terpisah yakni ada yang jantan atau betina. Alat reproduksi
strukturnya bercabang-cabang pada masing-masing lengan terdapat dua cabang yang
berada di bagian dasar pertemuan lengan. Pada hewan betina alat seksnya dapat
melepaskan 2,5 juta telur dalam tiap 2 jam, sehingga tiap musim bertelur dapat
melepaskan telur sebanyak kurang lebih 200 juta. Hewan jantan pun dapat
menghasilkan sperma lebih banyak dari jumlah sel telur telur betina.
Fertilisasi atau pembuahan terjadi dalam air, kemudian akan tumbuh menjadi
larva bipinria (Sari, 2012).
B. Kajian Empiris
(Dwi
Vangistuti) melakukan penelitian tentang bintang laut yang dilakukan di Diperairan Teluk dalam Desa
Malang Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau,
didapatkan hasil yaitu ditemukan dua jenis
bintang laut yaitu Culcita novaeguineae
dan Protoreaster nodulosus. Ke dua
jenis bintang laut ini ditemukan pada ekosistem terumbu karang dan padang
lamun. Bintang laut merupakan hewan simetri radial dan umumnya memiliki lima
atau lebih lengan Bintang laut tidak memiliki rangka yang mampu membantu
pergerakan. Rangka mereka berfungsi sebagai perlindungan. Hasil pengamatan
morfologi terhadap bintang laut Culcita novaeguineae diperoleh anus,
madreporite, tube feet, mouth, dan Ambulacral groove. Anus dan madreporite terletak
pada bagian permukaan dari bintang laut Culcita novaeguineae. Anus memiliki kegunaan
sebagai tempat saluran pembuangan kotoran. Sedangkan madreporite berguna sebagai
alat pemompa air pada sistem vaskular air. Menurut Bruscal (1990), bahwa
didekat anus terdapat pintu saring kesistim pembuluh air yang dinamakan
madreporite.
Hasil pengamatan morfologi, diketahui bahwa
bintang laut Culcita novaeguineae memiliki bentuk pentagonal dengan
lengan pendek dan warna sangat variasi yaitu cokelat, merah, kuning, hitam erbentuk kotak-kotak setiap individu.Selain
itu, pada pengamatan ini juga dilakukan pengukuran panjang lengan dan menimbang
berat tubuh dari bintang laut Culcita novaeguineae.Hasil pengamatan ini diketahui
bahwa semakin panjang lengan semakin berat tubuhnya.
(Puspitasari dkk.)
Sebagian besar bintang laut yang dikumpulkan
seperti L. laevigata, L. multifora, N. frianti, N.
pauciforis dan C. novaeguineae ditemukan hidup di daerah terumbu
karang. Menurut Sloan (1980), genus Linckia dan Nardoa hidup dari
mukus yang dihasilkan oleh hewan karang sedangkan C. novaeguineae memakan
polip karang dan spons. A. typicus dan A. angulatus ditemukan di
daerah berpasir. P. nodosus dan E. luzonicus ditemukan di daerah
padang lamun. Menurut Sloan (1980), P. nodosus hidup dari alga yang
menempel pada daun lamun yang telah membusuk sedangkan Echinaster termasuk
scavenger serta pemakan plankton dan seston. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperkuat oleh Birkeland (1989) dan Sloan (1980), bintang laut
memiliki kesukaan habitat (prefered habitat) yang dipengaruhi oleh cara
makan dan macam makanannya.
Secara ekologis, bintang laut berperan dalam
ekosistem terumbu karang, umumnya sebagai pemakan detritus dan predator
(Birkeland, 1989). C. novaeguineae merupakan pemangsa karang.
Menurut Sloan (1980), C. novaeguineae tidak dianggap sebagai
ancaman utama terhadap terumbu karang seperti Acanthaster planci.
Sebagian besar bintang laut Karimunjawa termasuk pemakan detritus yaitu L.
laevigata, L. multifora, A. angulatus, A. typicus, N.
frianti, N. pauciforis, P. nodosus dan E. luzonicus.
Hewan pemakan detritus berperan dalam mendaur ulang detritus serta
mengembalikannya kedalam rantai makanan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat
empat spesies yang belum pernah terdata ada di perairan kepulauan Karimunjawa
yaitu L. multifora, A. angulatus, N. frianti dan N.
pauciforis. Hal ini diperkuat oleh Aziz dan Darsono (1999) dan BTNKj (2008)
yang tidak menyebutkan adanya keempat spesies tersebut. Informasi mengenai
bintang laut yang belum pernah terdata sebelumnya, menandakan bahwa masih
dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman bintang laut di
kepulauan Karimunjawa.
(Prapto Darsono) Pengenalan jenis kelamin dilakukan dengan mengamati gonad tiap
individu bintang laut. Irisan pembedahan dilakukan pada sisi aboral salah satu
jari secara longitudinal, akan nampak organ reproduksi (gonad). Kemudian
dilakukan penyedotan elemen reproduktifnya dengan menggunakan pipet untuk
diamati dibawah mikroskop. Bahkan tanpa mikroskop, dengan mata telanjang,
"germ cells" bisa dibedakan konsistensi kenampakannya yaitu jantan
nampak seperti cairan susu (milky) dan betina terlihat granular (CLEMENTE &
ANICETE 1949). Kenampakan granular tersebut ada1ah bulatan telur-telur yang
agak mikroskpis.
Dengan sifatnya yang berpasangan (pairing)
pada "musim kawin", mempermudah pengumpulan atau pengenalan tiap
jenis kelamin, jantan pada posisi diatas (on top) betina (BOSCHMA 1924, OHSHIMA
& IKEDA 1934a; KOMATSU 1983; RUN et al. 1988). Adapun spesimen yang
tidak dalam keadaan berpasangan diambil secara acak (ran-dom). Dalam
populasinya di alam. CLEMENTE & ANICETE 1949 me-nyimpulkan bahwa rasio
kelamin jantan betina adalah seimbang. Rasio kelamin tidak berbeda nyata dengan
rasio teoritis 1:1.
Secara visual tidak jelas adanya perbedaan
karakter morfologi antara individu jantan dan betina. Namun begitu dari
spesimen pasangan yang dikumpulkan terlihat kecenderungan bahwa jantan nampak
lebih kecil dari betina pasangannya (OHSHIMA & IKEDA 1934b; CLEMENTE &
ANICETE 1949). Kenampakan ini secara statistik diuji kebenarannya dengan
mengembangkan empat karakter morfometrik sebagai variabel. Keempat karakter
tersebut adalah: "diameter" yang diukur dari ujung lengan ke titik
tengah antara dua ujung lengan yang berlawanan, "tinggi lempeng tubuh
(disc)". "panjang lengan", dan "lebar pangkal lengan".
Pengukuran dilakukan dengan "vernier cali-per" dalam milimeter.
Secara diagramatik pengukuran keempat parameter tersebut disajikan dalam gambar
1. Data ukuran diperoleh dalam kelompok jantan dan betina yang dikumpulkan dari
pasangan-pasangan bintang laut. Rata-rata (mean) ukuran. simpangan baku
(standart deviation), dan koefisien variabilitas, tiap karakter dari kedua
kelamin dianalisa dan dibandingkan.
Pengamatan yang dilakukan oleh CLEMENTE
& ANICETE (1949) menunjukkan bahwa data yang diperoleh dari semua karakter
yang diukur pada betina lebih besar dari yang jantan. Tabel 1 memperlibatkan
perbedaan tersebut, dari sampel sebanyak 137 jantan dan 113 betina. Perbedaan
ini sepintas memang memberikan indikasi kecenderungan bahwa betina lebih besar
dari jantan. Perbedaan ini secara statistik tidak signifikan, nilai perbedaan
terlalu kecil' sehingga tidak praktis penerapannya. Berbeda dengan hal ini. OHSHIMA
& IKEDA (1934b) berpendapat bahwa validitas perbedaan ukuran antara
kedua jenis kelamin bintang laut tersebut cukup jelas.
Dalam pada itu mungkin perlu dicatat bahwa
variasi jumlah lengan pada bintang laut pernah dijumpai. Jumlah lengan yang
normal adalah lima, namun individu dengan jumlah lengan empat, enam, bahkan
tujuh pernah ada. namun dengan relatif frekuensi sangat kecil.
Musim kawin (breeding season) ditandai
dengan ditemukannya banyaknya pasangan bintang laut pada suatu tempat hidupnya.
Secara umum nampaknya musim kawin ini terjadi pada "musim semi menjelang
musim panas", sehingga kapan bulannya mungkin berbeda pada satu daerah
dengan daerah lainnya, tergantung lokasi berada dibelahan bumi mana. Di
Filipina, musim reproduksi terjadi sejak akhir Maret berlanjut sampai akhir Mei
(CLEMENTE & ANICETE 1949). Sedang DARSONO et al. (1978)
mencatat adanya "pairing" bintang laut di Pulau Pari Kepulauan
Seribu, pada bulan-bulan Agustus, September, Oktober, dan Nopember. OHSHIMA &
IKEDA (l934a) mengamati adanya pairing pada bulan luli di Jepang.
Sebelumnya BOSCHMA (1923) telah melaporkan adanya pairing pada bulan Februari
dan Mei di Jawa. Pengamatan RUN et al. (1988) di Taiwan (23 32' N. 119
33'E) mencatat aktifitas pairing mulai awal Mei, mencapai puncak antara Mei
sampai Juni, menurun dalam bulan Juli dan berakhir pada Agustus. Pada musim
kawin tersebut gonad kedua jenis kelamin dalam keadaan matang (mature/ ripe).
Pada musim kawin, banyak bintang laut A.
typicus ditemukan dalam posisi berpasangan, jantan diatas betina (maleon
top female). Perilaku berpasangan (pairing) pada bintang laut tersebut
dilaporkan oleh BOSCHMA (1924), MORTENSEN (1931) dan OHSHIMA & IKEDA
(1934a). Laporan terbaru tentang perilaku "pairing" jenis bintang
laut tersebut ditulis oleh RUN et al. (1988) dalam observasinya di
Taiwan. Meskipun hewan ini sangat sering ditemui di perairan dangkal Uopika
Indo-Pasifik, tapi nampaknya tidak ierlalu mendk perhatian para biologis maupun
naturalis.
Fenomena berpasangan bintang laut tersebut
oleh BOSCHMA (1924), disebut sebagai sikap kopulasi, yaitu suatu aksi yang bisa
menimbulkan rangsangan terjadinya pemijahan pada betina. Pada hewan ini,
seperti pada Echinodermata umumnya, tidak melakukan kopulasi yang sebenarnya.
Di duga bahwa cairan reproduktif yang keluar bersama telur kedalam kolom air
akan merangsang jantan pasangannya untuk memijah. Dalam ha1 ini maka kedekatan
jarak antar mereka (jantan dan betina) meningkatkan probabilitas terjadinya
Sertilisasi.
Pada musim tidak kawin, biasanya bintang laut
tidak terlalu banyak pergerakan. bahkan diperoleh kesan seperti diam tidak
berpindah. Sebulan atau dua bulan menjelang musim kawin mereka memperlihatkan
gerakan lebih aktif. Nampaknya peningkatan aktititas gerak ini berkaitan untuk
menemukan pasangan terdekat. Jantan memperlihatkan kecenderungan lebih aktif
dalam pergerakan ini (RUN et al. 1988).
Menurut pengamatan RUN et al. (1988),
jantan bintang laut bisa mengenali lawan jenisnya. Pengenalan ini melalui
kontak lengan-lengan kedua jenis kelamin bintang laut tersebut. Ilustrasi
kecenderungan gerak bintang laut dalam menemukan pasangannya ditunjukkan dalam
gambar 2. Ketika lengan seekor jantan menyentuh (kontak) dengan lengan seekor
betina, maka jantan segera aktif bergerak untuk "merengkuh betina. Mereka
kemudian berposisi "tumpang tindih", lantan diatas betina dengan
kedudukan lengan-lengan berselang-seling (alternating).
Pemijahan pasangan ini tidak terjadi
berbarengan, betina akan memijah lebih dulu. Pada saat memijah (mengeluarkan
telur), betina secara bertahap melengkungkan lengan-lengannya, pada saat yang
sama jantan akan sedikit bergeser sehingga lengan lengan pasangan ini akan
saling bertumpuk. Gerakan melengkungkan lengan-lengan pada betina mencapai
maksimum seperti posisi mengangkat yang jantan. Gerakan tersebut memakan waktu
±20 menit, dan pada posisi tersebut jantan memijah. Setelah memijah, jantan
kembali memutar ke posisi semula, bersamaan yang betina meratakan
lengan-lengannya. Pada akhirnya posisi berpasangan kembali pada posisi awal dengan
lengan-lengan saling berselang.
Bersamaan dengan pengamatan perilaku kawin
bintang laut tersebut, ternyata bahwa pemijahan pada jantan terjadi oleh
stimuli yang berasal dari substansi pijah betina. Diduga ada sejenis zat kimia
tertentu dikeluarkan bersamaan substansi pijah tersebut.
(Anonim) London, Penyakit asma selama ini
diketahui belum ada obat yang bisa menyembuhkannya, begitu pula dengan radang
sendi atau arthritis. Tapi studi terbaru dari ilmuwan kelautan menunjukkan
bahwa bintang laut bisa menjadi obat untuk penderita asma dan radang sendi. Sebuah tim
peneliti dari Scottish Association for Marine Science telah mempelajari
substansi atau bahan berlendir yang melapisi tubuh bintang laut berduri. Peneliti
menemukan bahwa bahan licin pada bintang laut lebih baik dari Teflon untuk
menghentikan puing-puing menempel pada tubuh bintang laut, sehingga bisa
menjaga kebersihannya. Dan peneliti percaya bahwa bahan tidak lengket ini dapat dijadikan
senjata baru yang penting untuk mengobati penyakit
inflamasi atau peradangan seperti asma dan radang sendi. Penyakit
peradangan seperti asma dan radang sendi merupakan kondisi yang terjadi ketika
respon alami tubuh terhadap infeksi dipercepat diluar kendali. Hal ini
membuat sel darah putih (leukosit) yang bertugas memerangi infeksi mulai
menumpuk di pembuluh darah dan menempel pada sisi-sisinya, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan jaringan. “Lendir bintang laut dapat digunakan untuk
melapisi pembuluh darah yang akan membiarkan sel darah putih mengalir dengan
mudah,” jelas Dr Charlie Bavington, peneliti utama, seperti dilansir Dailymail,
Minggu (12/12/2010). Dr Bavinton mengatakan sel-sel darah putih harus tetap mengalir pada
pembuluh darah. Jadi tim peneliti mulai mempelajari bagaimana lendir bintang
laut dapat mengatasi hal ini dan mencegah terjadinya peradangan pada tubuh
manusia. “Ini dapat mengurangi jumlah obat yang harus diminum pasien asma dan
radang sendi, yang sering memiliki efek samping yang tidak diinginkan,” lanjut
Dr Bavington. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Profesor Clive Page dari
King’s College Library. Menurutnya bintang laut sangat efektif dan telah banyak
membantu pengobatan manusia.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Morfologi dan ciri-ciri bintang laut
Bintang
laut merupakan salah satu hewan laut yang tergolong dalah hewan Invertebrata.
Bintang laut termasuk dalam filum Echinodermata dan tergolong dalam klas
Asteroida. Filum Echinodermata merupakan filum bagi kelompok hewan yang
tergolong dalam hewan tripoblastik yang memiliki ciri khusus adanya rangka
dalam (Endoskeleton). Sesuai dengan namanya, bintang laut mempunyai bentuk
tubuh menyerupai bintang dengan lima lengan. Pada beberapa spesies, bitnag laut
tidak hanya mempunyai lima lengan saja, namun ada yang mempunyai sepuluh, duapuluh
bahakan sampai empat puluh lenagn. Permukaan bagian bawah lengan itu memiliki kaki tabung yang dapat
bertindak seperti cakram untuk menyedot. Bintang laut mengkoordinasi kaki
tabung tersebut untuk melekat di batuan dan merangkak secara perlahan-lahan sementara
kaki tabung tersebut memanjang, mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang,
kemudian mencengkeram lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk
menjerat mangsanya seperti remis dan tiram (Rohmat, 2011).
Bintang
laut termasuk dalam hewan simetri radial. Diameter tubuh bintang laut bisa
mencapai 30 cm dengan tubuhnya yang berbentuk aboral. Pada permukaan tubuh
buntang aut juga terdapat duri-duri, duri-duri ini dapat menyebabkan rasa sakit
pada manusia apabila terinjak. Bahkan pada beberapa kasus, diketahui bahwa hal
ini bisa menyebabkan muntah-muntah. Tubuh bintang laut memiliki
satu sisi oral (mulut) dan aboral (atas). Duri-duri muncul dari lempeng
endoskeletal melalui kulit yang tipis. Pediselaria mirip penjepit menjaga
permukaan dari partikel kotoran. Pertukaran udara dilakukan oleh isang kulit.
Pada permukaan oral setiap lengan memiliki sebuah jalur rongga dengan kaki
tabung (Rohmat, 2011). Hewan ini mempunya banyak variasi warna
diantaranya warna oranye yang terdapat pada lengan tiap hewan ini, kemudian
terdapat wara biru atau abu-abu yang terletak di pangkal lengan hewan ini. Hal
inilah yang menyebabkan hewan ini mudah berbaur denagn lingkungannya.
Pada
sebagian bintang laut, ditemukan organ-organ sperti anus, madreporite, tube feet, mouth, dan Ambulacral
groove. Anus dan madreporite terletak pada bagian permukaan dari bintang laut
Culcita novaeguineae. Anus memiliki kegunaan sebagai tempat saluran pembuangan
kotoran. Sedangkan madreporite berguna sebagai alat pemompa air pada sistem
vaskular air. Menurut Bruscal (1990), bahwa didekat anus terdapat pintu saring
kesistim pembuluh air yang dinamakan madreporite. Salah satu contoh bintang
laut yang ditemukan di kepulauan Riau adalah bintang laut jenis Culcita
novaeguineae. Calcita novaeguinea ini
memiliki bentuk pentagonal dengan lengan pendek dan warna sangat
variasi yaitu cokelat, merah, kuning, hitam dan berbentuk kotak-kotak setiap
individu. Berbeda dengan bintang laut secara umum yang mempunyai warna antara
kuning dan biru, Calcita novaeguinea ini mempunyai warna yang lebih pariativ, hal ini bisa saja disebabkan
kareno kondisi lingkungan tempat mereka hidup. Selain warna dan bentuk, dibahas
juga mengenai berat dan panjang dari bintang laut. Terlepas dari spesies Calcita
novaeguinea, secara umum berat bintang laut berbanding lurus dengan panjang
lengan bintang laut itu sendiri. Semakin panjang lengan bintang laut maka
semakin berat pula bintang laut tersebut, dan sebaliknya.
B. Reproduksi bintang laut
Bintang laut bereproduksi dengan dua cara yaitu reproduksi
secara seksual dan secara aseksual. Pada umumnya filum Echinodermata, melakukan perkawinan secara
terpisah dengan beberapa perkecualian. Gonad yang relative besar terletak di
sebelah luar dengan pembuluh sederhana, jumlah ovum banyak sekali dan pembuahan
terjadi dalam air, larva mikroskopis, bersilia dan transparan serta biasanya
hidup bebas dengan berenag-renang dalam air, bermetamorfosis yang kompleks.
Beberapa spesies vivipar, beberapa berkembang biak dengan aseksual yaitu dengan
pembelahan sel, memiliki daya regenerasi yang besar sekali bila terdapat bagian
yang rusak atau terlepas.
Bintang laut umumnya berkembang biak dengan bebas pemijahan: melepaskan gamet mereka
ke dalam air di mana mereka diharapkan dibuahi oleh gamet dari lawan jenis. Untuk
meningkatkan kesempatan mereka untuk pembuahan, bintang laut mungkin berkumpul
dalam kelompok ketika mereka siap untuk bertelur, bintang laut
menggunakan sinyal lingkungan
untuk mengkoordinasikan waktu, dan dapat menggunakan sinyal kimia untuk
menunjukkan kesiapan mereka satu sama lain.
Telur
yang dibuahi tumbuh menjadi bipinnaria dan kemudian menjadi larva brachiolaria, yang bisa tumbuh dengan
menangkap dan memakan plankton lainnya. Bisa dikatakan pada saat itu mereka hidup sebagai plankton, melayang di
air dan berenang dengan menggunakan silia untuk melangkah. Larva berbentuk bilateral simetris, tidak seperti bintang laut yang dewasa, mereka memiliki perbedaan
antara sisi yang kiri dan
kanan. Akhirnya, mereka menjalani metamorfosis lengkap, menetap ke bawah, dan
tumbuh menjadi dewasa.
Beberapa induk bintang laut muda jantan menelurkan gamet yang membuahi sel telur yang dimiliki oleh perempuan. Betina dapat memegang telur pada permukaan
mereka, di dalam perut pilorus (seperti dalam Leptasterias tenera), atau bahkan membiarkannya jatuh ke tanah (seperti dalam Asterina gibbosa). Bintang laut jantan dan betina tidak dapat dibedakan dari luar. Untuk membedakannya harus
dengan melihat gonad bintang laut itu sendiri. Gonad terletak di lengan masing-masing bintang laut, dan pelepasan gamet melalui gonoducts terletak di badan pusat antara lengan.
Alat reproduksi strukturnya
bercabang-cabang pada masing-masing lengan terdapat dua cabang yang berada di
bagian dasar pertemuan lengan. Pada hewan betina alat seksnya dapat melepaskan
2,5 juta telur dalam tiap 2 jam, sehingga tiap musim bertelur dapat melepaskan
telur sebanyak kurang lebih 200 juta. Hewan jantan pun dapat menghasilkan
sperma lebih banyak dari jumlah sel telur telur betina. Fertilisasi atau
pembuahan terjadi dalam air, kemudian akan tumbuh menjadi larva bipinria (Sari, 2012).
C. Cara Hidup dan Habitat
Untuk
melangsungkan kehidupannya, bintang laut tidak dibantu oleh susunan rangka
tubuhnya. Susunan rangka tubuhnya menyebabkan mereka melakukan pergerakan
dengan sangat lamban. Hal itu disebabkan karena kerangka tubuh yang terdiri
dari kaki-kaki tabung yang bersifat lunak. slain kakinya, hewan ni juga
memiliki rangka tubuh yang lunak secara keseluruhan. Sehingga, diketahui bahwa
bintang laut termasuk dalam jenis hewan yang mempunyai pergerakan sangat
lamaban. Untuk itu, bintang laut memanfaatkan sistem vaskular air yang
menyebabkan ia mampu berpindah dari satu posisi ke posisi lain. Rangka yang
dimilikinya hanya berfungsi untuk perlindungan dirinya dari predator. Selain
itu, untuk mempertahankan dirinya dalam keadaan terdesak bintang laut dapat
memutuskan salah satu lengannya. Akan tetapi, bintang laut membutuhkan waktu
yang cukup lama agar lengannya bisa kembali. Butuh waktu satu tahun untuk
perkembangan satu lengan.
Habitat
dari bintang laut di dasar air laut, di daerah pantai hingga laut dalam. Bintang laut A. planci merupakan penghuni terumbu karang yang alami.
Anakan A. planci yang masih kecil hidup di antara pecahan karang di dasar
terumbu. Mereka memakan alga berkapur yang tumbuh pada pecahan karang tersebut.
Bintang laut A. planci yang berukuran kecil (40 cm) mencari makan pada siang
hari (CRC 2003). Pada siang hari, A. planci kecil bersembunyi dari pemangsa di
bawah karang meja atau di celah-celah terumbu, sehingga survey populasi A.
planci tidak menemukan individu berukuran kecil. Separuh dari waktu hidup A.
planci digunakan untuk makan, sehingga dampaknya terhadap terumbu karang dapat
sangat besar ketika populasinya besar.
Bintang laut hidup di sepanjang pantai
berkarang, bintang laut memakan kerang, tiram dan bivalvia lainnya. Beberapa spesies bintang laut
juga ditemukan pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun seperti Culcita novaeguineae dan Protoreaster nodulosus. Bintang laut memasukan apaun ke dalam perutnya kemudian bintang laut
mengeluarkan enzim perut untuk mencerna mangsanya yang dipecah kecil-kecil
untuk dimasukkan ke dalam perut berpilorus. Bintang laut mempunyai sebuah usus pendek keluar
menuju sebuh anus di sisi aboral. Setiap lengan memiliki coelom yang telah berkembang
dengan baik dan berisi sepasang kelenjar pencernaan dan kelenjar kelamin jantan
atau betina.
D. Peran dan Manfaat Bintang Laut
Secara ekologis, bintang laut berperan dalam
ekosistem terumbu karang, umumnya sebagai pemakan detritus dan predator (Birkeland,
1989). Beberapa dari jenis bintang
laut adalah pemakan karang namun hal itu tidak dianggap sebagai ancaman
kerusakan terumbu karang. Hewan pemakan karang berperan untuk mendaur ulang
kawan dan memasukkannya kedalam siklus rantai makanan.
Selain manfaatnya secara
ekologis, bintang laut juga bisa dimanfaatkan dalam bidang medis. Bintang laut
dapat dimanfaatkan sebagai obat asma dan radang sendi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian
dan penjelasan pada bab-bab terdahulu, maka diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
Bintang laut memiliki peran penting dalam
ekosistem bawah laut. Kalau sampai populasi bintang laut menurun atau punah,
maka rantai makanan akan kacau. Populasi kerang dan remis yang menjadi makanan
bintang laut akan meledak, sedangkan populasi burung dan berang-berang yang
memangsa bintang laut akan menurun. Karena itu, tidak dibenarkan untuk
mengambil bintang laut dari habitatnya untuk dijadikan dekorasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2013. Penjelasan Singkat Mengenai Bentuk
Tubuh Bintang Laut. http://www.bimbingan.org/tubuh-bintang-laut.htm. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada
pukul 22:25 WITA.)
Anonim.
2010. Bintang Laut Sebagai Obat Asma.
http://baitulherbal.com/macam-macam-penyakit-dan-cara-pengobatannya/jenis-penyakit-dan-pengobatannya. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada
pukul 22:29 WITA.)
Prapto Darsono. 1998. Perilaku Perkawinan Bintang Laut Archaster Typicus (Echinodermata :
Asteroidea). LIPI:
Jakarta.
Puspitasari dkk.. 2012. Studi Taksonomi Bintang Laut
(Asteroidea, Echinodermata) Dari Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Universitas Diponegoro: Semarang.
Rohmat,
B.. 2011. Filum Echinodermata. http://rohmat-blogger.blogspot.com-/2011/10/buku-biologi-filum-echinodermata.html. (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada
pukul 22:30 WITA.)
Sari,
L.. 2012. Sistem
Reproduksi Hewan Invertebrata Dan Vertebrata. http://liasari88.blogspot.com/2012/12/ (diakses pada hari: Jum’at, 10 Januari 2014 pada pukul 22:30 WITA.)
Vangistuti, D. 2012. Studi Biologi
Bintang Laut (Asteroidea) Diperairan Teluk dalam Desa Malang
Rapat Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Maritime Raja Ali Haji University: Riau.
min mau tau dong,, perbedaan warna pada bintang laut tuh karena apa dipngeauhi apa n kadar racun di tentukan sama warna dax? maksih min
BalasHapusTerimakasih. Sangat membantu. Jangan lupa kunjungi kami http://bit.ly/2MZshrf
BalasHapusSaran gak ada dpenjelasan min.
BalasHapuspdhal ddaftar isix ada.
mhon lengkapi lagi min.
sya btuh bnget saranx